Sisi Lain Mesir

Judul: Egyptology
Penulis: Rashid Satari
Penerbit: Qanita
Tahun: 2013 Halaman: 229
ISBN: 978-602-7870-05-5

Jika kata MESIR disodorkan pada saya, maka dalam benak saya yang tergambar adalah Piramid, Spinx, Sungai nil, Fir'aun, dan Al Azhar. Namun dalam buku ini saya diajak untuk mengenal sisi lain Mesir lebih dalam dan kekayaan budayanya. Ditulis oleh orang yang pernah tinggal di Mesir selama enam tahun, buku ini pantas dibaca oleh mereka yang ingin lebih mengenal Mesir.

Karneh Al Azhar

Universitas Al Azhar adalah universitas terkemuka di dunia. Namun ternyata kartu mahasiswa nya yang biasa disebut karneh sangat sederhana. Hanya berupa sebuah kertas karton yang dipotong persegi dan dilaminating, berisi data mahasiswa dan foto yang dijepret dengan stepler (halaman 39).

Namun di balik kesederhanaan bentuknya, karneh sangat besar manfaatnya untuk mahasiswa. Bahkan boleh dibilang sakti. Hal ini sering dirasakan penulis buku ini yang merupakan alumnus Universitas Al Azhar. Dengan hanya menunjukkan karneh, penulis mendapat kemudahan dalam pemeriksaan keamanan dan mendapat potongan 50% di berbagai tempat wisata. Karneh juga digunakan untuk pengambilan beasiswa setiap bulan.

Transportasi

Di negara mana pun, biasanya kereta kelas I jauh lebih baik dari kereta kelas II. Namun tidak di Mesir. Sebuah kereta antar propinsi kelas I di mesir kondisinya tidak lebih baik dari kereta kelas II: kondisi AC yang dingin selama 2 jam saja dari 12 jam perjalanan dan banyak kecoa yang berlenggang di kereta. Padahal harga tiket kereta kelas I jauh lebih mahal karena dikenakan harga turis.

Taksi adalah kendaraan alternatif lain di Mesir. Warna-warna taksi beragam berdasarkan kotanya. Di kairo berwarna hitam putih, Alexandria hitam kuning, Ismailiyya paduan biru tua dan biru muda, dan sebagainya.

Di Kairo sendiri ada 3 jenis taksi. Taksi hitam adalah penguasa jalanan, bentuknya kebanyakan tidak cantik, tanpa AC, cara pembayaran adu tawar, dan sopir bisa menaikkan penumpang lain dengan jurusan yang sama. Taksi putih tarifnya lebih tinggi dari taksi hitam dan memakai argometer. Taksi kuning lebih eksklusif, ber-AC, menggunakan agrometer, sopir fasih berbahasa Inggris dan penumpang harus reservasi dulu.

Taksi seringkali dijadikan rekam sejarah bangsa Mesir sehingga ada sebuah novel berjuduk Taxi karya Khaled Al Khamissi yang merupakan novel best seller di Mesir. American University in Cairo (AUC) menterjemahkannya ke dalam bahasa Inggris dan lagi-lagi menjadi best seller (halaman 106).

Wisata

Selain Piramid dan Spinx, Mesir juga punya objek wisata Abu Simbel. Objek wisata ini terdiri dari dua buah kuil yang sudah tidak orisinil lagi karena terkena dampak pembangunan bendungan Aswan. Meski begitu, tidak mengurangi kemegahan kuil. Kuil utama dihias dengan empat patung Fir'aun setinggi lebih dari 20 meter di bagian depan. Sedangkan di kuil yang satunya berukuran lebih kecil. Kedua kuil sama-sama dibangun oleh Fir'aun Ramses II dengan cara dipahat pada tebing batu (halaman 65).

Selain Abu Simbel, ada Gunung Sinai yang berada 2600 meter di atas permukaan laut dan banyak dikunjungi pendaki. Ada terusan Suez dan penyebrangan bawah airnya. Benteng Berlief, adalah Benteng peninggalan Israel saat perang dengan Mesir memperebutkan Gurun Sinai. Uyun Musa atau mata air Nabi Musa. Dan Bahirah Qarun atau Danau Qarun. Tak jauh dari Danau Qarun, ada sisa-sisa peninggalan istana Qarun.

Masyarakat

Orang Mesir jika bertemu orang bertampang melayu la akan bertanya, "anda orang Malaysia?". Ketika dijawab dari Indonesia, mereka akan berkata, "Ahsannas (manusia terbaik)". Sebutan ini sudah ada sejak 1955-an ketika Soekarno menjalin hubungan baik dengan Mesir yang saat itu dipimpin Gamal Abdel Nasser (halaman 215).

Di Mesir, ada sebuah pulau bernama Elephantine yang dihuni suku Nubia. Mereka sangat ramah terhadap pendatang. Dulu, Nubia merupakan komunitas masyarakat terpisah dari Mesir. Nubia memiliki budaya, kerajaan dan seni tersendiri. Bahasa Nubia bukan bahasa Arab dan tidak memiliki alfabet. Hanya bahasa lisan (halaman 28).

Banyak penduduk Mesir yang ramah, namun ada juga yang sebaliknya. Ini dialami penulis saat ia bekerja magang di sebuah restoran. Ia membeli gas pada dua remaja Mesir. Ternyata, gas nya kosong alias tak ada isinya, padahal uang sudah diberikan. Akhirnya terjadi adu mulut antara penulis dan remaja Mesir itu.

***

Tanpa membaca judul, saya sudah mengira kalau buku ini berkisah tentang Mesir. Ini terlihat dari cover nya. Membacanya lembar demi lembar, saya semakin menikmatinya. Karena bahasanya ringan dan mengalir. Sedikit yang mengganggu adalah kata-kata testimoni yang terlalu panjang di awal buku. Saya terpaksa melewatkannya. Bagi saya, testimoni yang ringakas dan padat lebih menarik.

Miris rasanya melihat berita terkini Mesir. Kudeta militer terhadap presiden terpilih Mohammed Morsi telah menyebabkan chaos dan korban jiwa. Padahal dalam buku ini disebutkan: karakter orang Mesir itu, sedahsyat apapun mereka berselisih, sebisa mungkin menghindari baku pukul (halaman 147).

Wallahualam. Akhirnya, saya cuma bisa berdoa: Semoga semua masalah di Mesir segera usai. Sebuah kutipan dari Albert Einstein di halaman pertama buku ini menarik untuk disimak:

"Untuk mengenal suatu negeri, kita harus berinteraksi langsung dengan masyarakat dan alamnya. Percuma saja melihat dunia dari balik jendela".

Comments

  1. mesir memang sangat memikat hati...setiap ada yang berkisah tentang mesir, apakah itu berupa film, buku, foto-foto semuanya sangat mempersona..membuat hati ingin berkunjung kesana.....
    keep happy blogging always...salam dari Makassar :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih pa.
      ingin juga kesana..tp skrg situasi politiknya lagi bebenah ya??

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Review Buku Iyan Bukan Anak Tengah

Giveaway Buku Republika

Review Buku "Perjuangan Si Sakit"